Fintech di Indonesia: Perkembangannya di 2017 dan Proyeksi untuk 2018
Tahun 2017 telah menjadi tahun yang menggairahkan bagi banyak startup fintech di Indonesia. Sepanjang tahun ini, setidaknya muncul lebih dari 40 bisnis fintech baru yang mencoba peruntungan di lanskap keuangan Indonesia bersama dengan 140-an startup lain yang telah berdiri sebelumnya, seperti disebutkan dalam Fintech Report 2017 yang dirilis oleh DailySocial belum lama ini.
Industri fintech Indonesia memang menjadi salah satu primadona yang menarik perhatian begitu besar dari para pelaku industri keuangan. Investasi pada startup fintech mulai banyak diminati, bahkan beberapa startup berhasil mendapatkan investasi seri A di tahun ini. Sektor-sektor fintech mulai berkembang dan produk-produk baru banyak diluncurkan.
Mari kita kupas lebih dalam perkembangan seperti apa yang terjadi di tahun 2017 beserta outlook untuk tahun 2018 bagi tiga sektor fintech paling populer.
Pinjaman Online
Peer-to-peer lending adalah salah satu sektor fintech paling digemari di Indonesia; sebanyak 17% dari bisnis fintech adalah platform pinjaman online yang “menjodohkan” investor atau lender (pemberi pinjaman) dengan peminjam.
Banyak platform peer-to-peer lending di Indonesia yang mengalami pertumbuhan cukup pesat selama tahun 2017. Beberapa nama mulai dikenal publik secara luas, seperti contohnya Modalku, Investree, Mekar dan Koinworks. Ditambah, platform-platform baru yang menawarkan model bisnis dan layanan inovatif pun bermunculan. Yang juga perlu dicatat adalah hadirnya platform pinjaman online yang menyasar 58 juta unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia. Jenis unit usaha ini merupakan yang terbesar di negara ini, mencapai 99%, dan mampu menyerap 114 juta tenaga kerja. Tahun lalu, sektor ini menyumbang lebih dari 61% terhadap PDB Indonesia.
Salah satu platform pinjaman P2P yang menyasar UMKM adalah Mekar (PT Mekar Investama Sampoerna) yang mengawali tahun dengan menawarkan layanan pinjaman mikro peer-to-peer dan baru-baru ini meluncurkan layanan terbarunya yaitu crowdfunding untuk usaha kecil dan menengah. Mekar hingga kini telah melayani lebih dari 9.000 peminjam yang kesemuanya adalah pemilik usaha mikro dan sebagian besarnya adalah perempuan.
Ekosistem fintech Indonesia semakin kuat dengan disosialisasikannya peraturan terbaru OJK mengenai kegiatan pinjam meminjam secara online di awal tahun 2017. Peraturan baru ini menambah tingkat kepercayaan masyarakat pada layanan yang terbilang baru dan sangat berbeda dari layanan pinjaman konvensional yang biasanya ditawarkan oleh bank dan lembaga keuangan tradisional.
Tahun 2018 masih akan menjadi tahun yang seksi bagi industri fintech Indonesia. Seperti dikatakan oleh CEO Mekar, Thierry Sanders, yang percaya bahwa industri fintech Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang di masa depan, terutama di sektor pinjaman P2P dan crowdfunding yang merupakan lini utama Mekar. Meski di 2018 akan muncul ancaman dari serbuan fintech Cina yang sudah berancang-ancang untuk mempenetrasi pasar Asia Tenggara, optimisme Sanders tetap tumbuh karena ia melihat semakin banyak UMKM Indonesia yang siap untuk terhubung ke internet dan mendigitalisasi usahanya.
“Semua UKM di Indonesia akan menjalankan bisnisnya melalui ponsel mereka. Fokus kami saat ini adalah untuk memfasilitasi mereka yang membutuhkan pendanaan untuk mewujudkan mimpi kewirausahaan dan menghubungkan mereka dengan orang-orang yang ingin menginvestasikan uang mereka dengan aman,” kata Sanders.
Payment Gateway
Startup yang berkecimpung di sektor payment gateway mendominasi kancah fintech Indonesia. Sebanyak 43% dari total bisnis fintech di Indonesia menawarkan layanan transaksi online. Gelombang bisnis payment gateway yang kuat mampu menarik minat masyarakat Indonesia yang memang mulai menggemari online shopping melalui marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak.
Bank-bank besar pun tak mau ketinggalan menawarkan layanan payment gateway ini, di antaranya yang paling populer yaitu Mandiri Clickpay, BCA Clickpay dan CIMB Clicks. Lalu, tentu kita juga harus menyinggung layanan pembayaran online melalui smartphone (mobile payment) milik Go-Jek, yaitu Go-Pay, yang dapat digunakan untuk membayar ongkos transportasi ojek on-demand yang menjadi lini bisnis utama perusahaan tersebut.
CEO Go-jek, Nadiem Makarim, mengatakan perusahaannya akan serius menggarap bisnis uang elektronik melalui Go-Pay tahun depan. “2018 tahun Go-Pay,” kata Nadiem seperti dikutip oleh Liputan6.com.
Layanan mobile payment seperti Go-Pay dan T-Cash dari Telkomsel memang sudah banyak digunakan masyarakat luas. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Andi Haswidi, peneliti dari Financial Times Confidential Research (FTCR), terhadap 1.000 orang berusia 18 tahun ke atas di 25 kota di Indonesia, sekitar sepertiganya menggunakan layanan pembayaran mobile setidaknya sekali dalam rentang waktu mulai Juli hingga September 2017.
Meski begitu, jalan menuju masyarakat cashless di Indonesia rasanya masih jauh. Dalam sebuah penelitian lain yang dilakukan FTCR di bulan September lalu terhadap 5.000 orang yang tinggal di perkotaan di lima negara Asia, termasuk di Indonesia, didapati bahwa meskipun sekitar 70% responden telah memiliki akses ke sistem pembayaran non-tunai, uang tunai tetap menjadi pilihan pertama untuk melakukan pembayaran karena dirasa lebih praktis.
Di tahun 2018, industri payment gateway juga masih akan menghadapi tantangan lainnya, salah satunya dari Bank Indonesia yang sedang getol membekukan layanan e-wallet yang banyak ditawarkan perusahaan-perusahaan e-commerce yang belum memiliki ijin untuk menjalankan layanan tersebut.
Market Provisioning & Aggregator
Platform-platform fintech yang menawarkan perbandingan berbagai produk dan layanan keuangan, atau disebut juga market provisioning, ikut menikmati pertumbuhan di tahun 2017 seiring semakin banyaknya kelas menengah di Indonesia.
Salah satu startup fintech populer yang menawarkan layanan analisa pasar keuangan yaitu CekAja, yang dioperasikan oleh C88 Financial Techologies, sebuah perusahaan fintech dari Singapura. Portal online untuk produk finansial lainnya yaitu Cermati, yang memberikan perbandingan berbagai produk mulai dari kartu kredit, kredit mobil dan motor hingga asuransi.
Platform-platform perbandingan layanan ini membantu konsumen memilah produk dan layanan keuangan yang paling sesuai untuk mereka. Selain itu, banyak bank juga memanfaatkan platform-platform ini untuk memasarkan produk mereka kepada target pasar yang luas.
Di tahun 2018, sektor ini memiliki potensi untuk tumbuh lebih besar lagi. Dalam sebuah survey yang dibuat untuk Fintech Report 2017, Daily Social menemukan bahwa hampir 50% dari 991 responden di seluruh Indonesia belum pernah mendengar tentang platform fintech yang menawarkan layanan market provisioning. Ini berarti ada pasar yang begitu luas yang belum terjamah oleh layanan ini.
Industri Fintech Indonesia Tetap Kuat
Perekonomian Indonesia yang mendukung perkembangan fintech demi terciptanya inklusi dan literasi finansial menjadi faktor utama penguat ekosistem industri ini di tahun-tahun mendatang. Ini momentum yang tak boleh dilewatkan baik oleh para investor maupun entrepreneur yang ingin menelurkan startup baru di bidang ini. Di tahun 2018, sudah saatnya Indonesia memandang fintech sebagai aset bangsa yang sangat bernilai.