Dari Supir Hingga Menjadi Pengusaha Sukses Keripik Singkong
Selalu ada rezeki bagi seseorang yang berbagi. Mungkin itulah istilah yang cocok untuk menggambarkan seorang pria bernama Pak Guntur. Pak Guntur sudah membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi pengusaha sukses walaupun awalnya hanya seorang supir angkut makanan. Berkat kerja kerasnya yang tak pernah pantang menyerah, Pak Guntur kini telah berhasil menjadi pengusaha sukses yang memiliki 18 karyawan dan distribusi penjualan keripik singkong di seluruh Indonesia.
Sebelum pria asal Bogor ini menjadi seorang pengusaha, Pak Guntur pernah bekerja menjadi sopir pengangkut makanan ringan untuk didistribusikan ke agen-agen penjualan makanan di daerah Bogor. Setiap kali setelah Pak Guntur mengantar dan mengangkut makanan ke agen, dia mendapatkan setoples keripik singkong sebagai tanda terima kasih. Setiap toples keripik singkong yang ia terima, ia selalu berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan.
Setelah 20 tahun menjadi sopir, Pak Guntur memiliki ide untuk mencoba membuat sendiri keripik singkong di rumahnya. Pak Guntur dan istrinya, Usmini, terus mencoba resep baru keripik singkong hingga menemukan cara dan resep yang tepat. Keripik singkong yang mereka buat lalu mereka bagi-bagikan kepada siapa saja yang sedang kekurangan.
“Ya seringkali kalau di jalan saya lihat orang kelaparan, saya suka kasih mereka keripik singkong. Mereka senang bahkan mereka makan dengan nasi”, tutur Pak Guntur.
Membuka Usaha
Seiring berjalannya waktu, Pak Guntur dan Ibu Usmini mulai berpikir untuk membuka produksi keripik singkongnya sendiri. Pak Guntur berpendapat bahwa keripik singkong adalah makanan ringan yang terus dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ini karena ia melihat banyaknya permintaan pasokan keripik singkong, terutama dari sekitar daerah Bogor.
Ketika pertama kali memulai usaha keripik singkong, Pak Guntur bersama Ibu Usmini mengolah keripik singkong secara mandiri dan tradisional. Mereka menanam singkong sendiri di sekitar rumah, lalu menunggu singkong mereka bisa dipanen. Setelah singkong dipanen, mereka memasak singkong tersebut dengan peralatan seadanya. Setelah dikemas dalam toples, keripik singkong pun siap disantap.
Awalnya, Pak Guntur dan Ibu Usmini mencoba menjual keripik singkong ke tetangga mereka. Lantaran laris manis, pasangan suami istri ini pun mulai merekrut tenaga kerja untuk membantu usaha mereka.
“Lambat laun ternyata keuntungan kita tambah besar dan banyak peminatnya. Akhirnya kita menambah karyawan dari tetangga-tetangga kita. Lalu kita bisa membeli tanah untuk tempat produksi yang lebih luas lagi. Sekarang saya punya pabrik, yakni pabrik keripik singkong”, lanjut Pak Guntur.
Modal Usaha
Kesuksesan usaha Pak Guntur dan Ibu Usmini tidak terlepas dari adanya pinjaman modal usaha yang membantu mereka dalam mengembangkan usaha mereka. Pelaku usaha mikro seperti Pak Guntur dan Ibu Usmini sangat membutuhkan pinjaman modal usaha yang biasanya disediakan oleh lembaga-lembaga penyedia layanan keuangan baik bank maupun non-bank. Ibu Usmini sendiri memilih untuk menjadi peminjam pada penyedia jasa keuangan non-bank, yaitu Koperasi Abdi Kerta Raharja (AKR), yang adalah Mitra Penyalur Pinjaman di MEKAR.
MEKAR, sebuah platform pendanaan pinjaman usaha, memberikan kesempatan bagi pemilik dana (orang-orang yang memiliki penghasilan dan ingin menumbuhkan uang mereka) untuk mendanai pinjaman UMKM seperti yang dijalankan oleh Pak Guntur dan Ibu Usmini. Melalui platform MEKAR, kini siapa saja di seluruh Indonesia dan di dunia bisa mendanai pinjaman UMKM dan mendapatkan imbal hasil hingga 12,5% per tahun sambil berperan serta mendukung pertumbuhan UMKM Indonesia. Seluruh dana yang digunakan oleh pemilik dana/lender untuk mendanai pinjaman usaha melalui MEKAR akan disalurkan kepada peminjam melalui mitra MEKAR, salah satunya yaitu Koperasi AKR.
Berkat pinjaman modal usaha yang mereka dapatkan, dalam setahun Pak Guntur dan Ibu Usmini bisa menghasilkan keripik singkong hingga mencapai 1.000 ton. Karena usahanya ini, Pak Guntur dan Ibu Usmini kini bisa mempekerjakan perempuan-perempuan paruh baya di daerah mereka untuk tetap menjadi produktif.
“Sementara saya pendidikan SD saja hingga kelas 4 (tidak lulus). Saya ingin menyekolahkan anak saya hingga jenjang sarjana”, tutup Pak Guntur.